Senin, 05 Agustus 2013

Tiga Golongan yang Ditoleransi sbg Saail (Pengemis)


            Dari sahabat mulia Abu Hurairah Ra, Ar-Rosul Shollu 'Alaih mengatakan : "Barang siapa yang meminta-minta untuk memperbanyak hartanya, sesungguhnya ia sedang meminta bara api neraka. Maka siapa yang menginginkannya, mintalah sedikit atau banyak". (HR. Muslim).
Didalam Hadits yang telah dikupas diatas hanya disebutkan tentang ancaman tertutupnya pertolongan dari Allah Tabaraka Wata'ala, karena di dalam Hadits tersebut disebutkan meminta-minta untuk suatu keadaan yang emergency. Sedangkan dalam Hadits ini tanpa keperluan dan hanya untuk memperbanyak hartanya, ia meminta-minta. Karena itu, disini disebutkan ancaman yang lebih keras, yaitu ia sedang mengumpulkan bara api neraka. Sekarang, setiap orang bebas untuk mengumpulkan bara api sebanyak yang diinginkannya.

Amirul mukminin Umar Ibn Al-Khatab disatu kesempatan pernah berkata kepada Rasulullah Shollu’alaih, "Si Fulan dan si fulan telah memuji engkau karena engkau telah memberi mereka dua dirham". Rasulullah Shollu’alaih bersabda, "Aku memberi kepada si Fulan sepuluh sampai seratus dinar, tetapi ia tidak berbuat seperti itu. Karena permintaannya itu, apa yang aku berikan kepadanya ia bawa pergi dengan diletakkan di bawah ketiaknya, padahal sebenarnya ia mengapit bara api neraka".

Lalu Umar sang Al-Faruqpun bertanya, "Ya Rasul, lalu mengapa engkau memberinya?".
Rasulullah Shollu’alaih menjawab, "Apa yang harus aku lakukan, karena tanpa meminta-minta, ia tidak bisa tinggal diam, sedangkan Allah Subhanahu Wata’ala tidak suka aku berbuat kikir". Dalam Hadits yang lain disebutkan bahwa Khalifah Umar Ra. Bertanya, "Ya Rasul, jika engkau mengetahui bahwa itu adalah bara api, mengapa engkau memberikannya?". Rasulullah Shollu’alaih menjawab, "Apa yang harus aku lakukan, sedangkan ia tidak bisa tinggal diam tanpa meminta-minta, dan Allah Subhanahu Wata’ala tidak menyukai aku berbuat kikir “.
Qabisah Ra. Berkata, "Saya menanggung satu beban, yakni saya menjamin untuk memberikan sesuatu. Maka saya datang kepada Rasulullah Shollu’alaih untuk meminta bantuan. Rasulullah Shollu’alaih bersabda, "Tunggulah, nanti jika ada  sedekah dari seseorang, aku akan membantumu".

Setelah itu Rasulullah Shollu’alaih bersabda, "Wahai Qabisah, meminta-minta hanya diperbolehkan bagi tiga orang:
Pertama, orang yang menanggung beban jaminan sehingga diperbolehkan baginya meminta-minta sampai kadar yang diperlukan, dan setelah itu hendaknya ia berhenti dari meminta-minta, karena ia tidak mempunyai hak untuk meminta-minta lebih dari itu.

            Kedua, orang yang ditimpa kecelakaan sehingga semua hartanya binasa (misalnya terbakar atau tertimpa bencana yang lain yang menyebabkan semua hartanya musnah), maka ia diperbolehkan meminta-minta hanya sekadar untuk menopang keperluan hidupnya.

            Ketiga, orang yang kelaparan sehingga tiga orang dari kaumnya mengatakan bahwa ia kelaparan, maka ia diperbolehkan meminta-minta sekadar untuk menopang hidupnya.
Selain tiga orang ini, siapa saja yang meminta-minta, berarti ia memakan barang haram".

Dalam sebuah Hadits disebutkan bahwa meminta-minta tidak diperbolehkan bagi dua orang. Pertama bagi orang kaya, kedua bagi orang yang sehat dan kuat (yang mampu bekerja). Adapun bagi orang yang mempunyai utang yang menyusahkannya, atau kefakiran yang menghinakannya, diperbolehkan baginya meminta-minta.

            Namun sebaliknya, Barangsiapa yang meminta-minta dengan tujuan untuk menambah kekayaannya, pada hari Kiamat wajahnya akan terluka dan ia akan memakan api neraka. Siapa menginginkannya silakan meminta banyak, dan siapa yang tidak menginginkannya silakan meminta sedikit.

            Dalam  Hadits yang lain disebutkan bahwa kelak pada hari Kiamat, perbuatan meminta-minta akan menjadi luka di wajahnya. Siapa yang tidak menginginkannya, maka wajahnya akan bercahaya, dan siapa yang menginginkannya, biarlah mur cahaya di wajahnya  akan pudar. Sedangkan jika meminta kepada Penguasa atau Ulil ‘Amri (yakni dari Baitul-Mal, dengan syarat ia berhak menerima sebagian dari harta  Baitul-Mal) itu, atau karena  sebab terpaksa, maka perkara tersebut dimakruhkan. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang yang selalu meminta-minta, pada hari Kiamat tidak akan tersisa sedikitpun daging di wajahnya. Na’udzubillah

            Sahabat Mas'ud bin Amr Ra. Berkata bahwa suatu ketika jenazah seseorang dibawa  kehadapan Rasulullah Shollu’alaih untuk dishalati. Rasul bersabda, "Apa yang ditinggalkannya?". Orang-orang berkata, "Ia meninggalkan dua atau tiga dinar". Kemudian Rasulullah Shollu’alaih bersabda, "Ia meninggalkan dua atau tiga bara api neraka". Perawi Hadits berkata, "Saya bertanya kepada Abdullah bin Qasim Ra, hamba sahaya Abu Bakar Ra, mengenai orang yang meninggal dunia itu". Ia menjawab, " Ia selalu meminta-minta untuk menambah  pundi-pundi harta kekayaannya ".

Beberapa kisah semacam ini disebutkan dalam kitab-kitab Hadits, dimana Rasulullah Shollu’alaih mengancam bahwa ia akan diselar dengan api neraka atau adzab yang sejenisnya, karena meninggalkan sedikit uang. Mengenai perkara ini para ulama menulis bahwa hal ini akan terjadi jika seseorang sebelumnya sudah mempunyai harta dan ia berbohong dan ia menampakkan dirinya sebagai orang fakir dan menggolongkan dirinya sebagai orang fakir.

Imam Ghazali Rohimahullahu Ta’ala berkata :  "Banyak riwayat yang melarang meminta-minta, dan didalam Hadits terdapat ancaman yang keras agar tidak meminta-minta, akan tetapi sebagian Hadits menyebutkan bahwa meminta-minta dibolehkan. Maka penjelasannya adalah bahwa meminta-minta pada dasarnya diharamkan, akan tetapi pada waktu terjepit atau dalam keadaan darurat, meminta-minta diperbolehkan.
Diharamkannya meminta-minta adalah karena adanya tiga perkara, dan ketiga perkara itu merupakan perkara yang diharamkan.
Pertama, dengan meminta-minta menunjukkan bahwa ia berkeluh-kesah seakan-akan nikmat Allah Subhanahu Wata’ala masih kurang. Misalnya, seandainya seorang hamba sahaya meminta-minta kepada orang lain, berarti ia menganggap bahwa pemberian dari tuannya sangat sedikit dan tidak mencukupi. Oleh karena itu, jika tidak benar-benar dalam keadaan terpaksa, meminta-minta tidaklah halal, sebagaimana memakan bangkai itu dihalalkan dalam keadaan sangat terpaksa.
Kedua, dengan meminta-minta berarti orang yang meminta-minta telah menghinakan dirinya kepada selain Allah Subhanahu Wata’ala, sedangkan sifat seorang mukmin tidaklah menghinakan dirinya di hadapan siapapun selain di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala. Adapun menghinakan diri di hadapan Allah Yang Maha suci merupakan kemuliaan bagi kita, karena menghinakan diri di hadapan Sang Kekasih adalah kelezatan, dan menampakkan ketidak mampuan dihadapan tuan adalah keberuntungan.
Ketiga, seringkali orang yang dimintai merasa dirinya dalam posisi yang sulit. Kadang-kadang, orang yang memberi tidak memberi dengan suka rela, tetapi hanya karena malu atau karena sebab lainnya. Jika ia memberi karena malu atau riya', maka harta itu pun haram bagi orang yang meminta. Jika ia menolak, kadang-kadang ia akan bersedih karena ia khawatir dianggap sebagai orang yang bakhil. Dengan demikian memang terdapat kemungkinan bahwa orang yang dimintai berada dalam posisi yang sulit, yang disebabkan oleh orang yang meminta-minta, sedangkan menyakiti seseorang merupakan perbuatan yang haram.

            Itulah sebabnya mengapa Rasulullah Shollu’alaih mengancam dengan keras terhadap orang yang meminta-minta. Rasulullah Shollu’alaih bersabda, "Barang siapa yang meminta-minta kepada kita, kita harus memberinya (karena ia sendirilah yang bertanggung jawab terhadap perbuatannya meminta-minta itu). Barang siapa merasa kaya (yakni tidak meminta-minta atau hanya meminta kekayaan dari Allah) maka Allah Subhanahu Wata’ala akan memberikan kekayaan kepadanya. Dan barang siapa yang tidak meminta kepada Allah Subhanahu Wata’ala, ia lebih Allah cintai daripada orang yang meminta-minta.".

            Dalam sebuah Hadits lain  disebutkan bahwa Ar-Rasul bersabda : "Hendaknya kalian merasa kaya dari manusia, dan semakin sedikit kamu meminta-minta, akan semakin baik bagimu". Wallahu A’lam, dari berbagai sumber.